Kamis, 07 Februari 2013

Shock Doctrine




Tanpa bermaksud lebay, bisa jadi ini adalah salah satu buku yang paling serem yang pernah saya baca….

Shock Doctrine karangan Naomi Klein ini membahas soal kapitalisme, free market dan disaster capitalism serta doktrin-doktrinnya Milton Friedman, si ‘gegedug’ free market.

Bab pembuka buku ini cukup bikin merinding. Tentang metode electro-shock yang digunakan di rumah sakit jiwa untuk mengobati pasien-pasiennya. Metode ini berprinsip bahwa supaya orang gila bisa sembuh, maka pikirannya harus dibikin kosong dulu, untuk kemudian ‘diisi’ lagi. Cara mengosongkan pikiran itu dengan berbagai penyiksaan dan penumpulan indra. Misalnya, disetrum, diikat sampai diisolasi dalam ruang gelap dan kedap suara. Deskripsi yang disampaikan si Klein ini emang serem abis... metode ini kemudian juga digunakan CIA dan tentara untuk menginterogasi tawanan perang... Nah, metode ini juga kemudian menjadi dasar dari teori yang oleh Naomi Klein disebut Shock Doctrine.

Shock Doctrine itu maksudnya adalah bagaimana para kapitalis memanfaatkan kondisi ‘shock’ yang dialami suatu negara atau society untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya. Banyak contoh kasus yang disajikan dan, terus terang, sebagian memang bisa bikin kita sedih, takjub dan bahkan, marah. Shock yang dimaksud ini banyak bentuknya.. bisa bencana alam, perang, kondisi politik atau sekedar pengalihan isyu-isyu.

Buku ini juga banyak ‘menyerang’ Milton Friedman dan paham ekonomi-nya yang diterapkan di University of Chicago (dan melahirkan apa yang disebut ‘Chicago Boys’). Menurut si Friedman nih, ekonomi itu harus dibiarkan bergerak sendiri, sebebas-bebasnya, tanpa campur tangan pemerintah sama sekali. Cuma dengan cara itu bisa dicapai yang namanya kesejahteraan dan kestabilan ekonomi. Kalo ada kekacauan, biarin aja, karena pasar yang akan menentukan dan kemudian memperbaiki dirinya sendiri.. (maap kalo salah, tapi kurang lebih itulah yang saya tangkep...).

Friedman juga berprinsip, bahwa negara itu makmur kalo ekonominya dibiarin bebas dan pemerintah ga banyak ngatur. Ada tiga prinsip utamanya, yaitu privatisasi, deregulasi dan kurangi public spending alias anggaran pemerintah buat subsidi. Pada awalnya, menurut Friedman, rakyat memang akan sengsara, tapi lama-lama prinsip free market akan berlaku, ekonomi akan pulih dengan sendirinya dan akhirnya semua orang akan sejahtera. Kenyataannya? Seperti diungkap di buku ini, yang tajir tambah makmur, yang miskin tambah ancur.... prinsip ini juga sering dipakai oleh IMF dan World Bank buat ‘membantu’ negara yang lagi kesusahan...

Salah satu contoh kasus di buku ini adalah perekonomian Amerika Selatan sekitar tahun 60-70an, khususnya Chili. Dimana Friedman mengirim anak didiknya (yang disebut Chicago Boys) untuk menerapkan teori gila-nya disana. Sayangnya, kondisi Chili yang makmur dan segala macemnya disubsidi pemerintah menyulitkan penerapan teori itu. Maka, diaturlah itu kudeta yang akhirnya mengangkat Augusto Pinochet jadi pemimpin. Sistem diktator ini memudahkan penerapan policy-policy yang sesuai dengan keinginan para kapitalis. Maka diacak-acaklah itu perekonomian Chili dengan tiga prinsip tadi : Privatisasi, Deregulasi, Potong Subsidi. Perusahaan asing banyak yang masuk dan mengeruk keuntungan, tapi sedikit sekali yang dinikmati rakyat Chili. Hebatnya, dari statistik yang dipakai Bank Dunia, Chili dianggap sebagai salah satu keajaiban ekonomi dunia, padahal it came with the cost of million lives yang hilang dan disiksa regim Pinochet. Kenapa perlu ada penyiksaan aktivis segala? Ya untuk membikin kondisi shock itu... rakyat dibikin bingung, panik dan ketakutan sehingga dalam suasana serba kacau itu, akan lebih mudah untuk mengimplementasikan kebijakan ekonomi yang menguntungkan para kapitalis.

Mungkin yang bisa bikin ‘bangga’ adalah Indonesia juga masuk dijadikan contoh dibuku ini, yaitu metode-nya Soeharto yang kurang lebih mirip sama Pinochet. Bedanya, kalo Pinochet didukung Univ Chicago, Soeharto dibantu oleh Berkeley Mafia yang terkenal itu.

Ada bab yang membahas tentang upaya Margaret Thatcher untuk menerapkan sistem free-market ini di Inggris. Karena Inggris punya serikat buruh yang kuat, maka dia bikin perang Malvinas (atau Faulkland War) sama Argentina. Isyupun beralih, dan dengan tingkat popularitasnya yang tinggi akibat perang itu, dengan mudah Thatcher membabat serikat-serikat pekerja dan meng-apply kebijakan ekonomi baru.

Selain itu, ada bab yang membahas soal krisis ekonomi yang sengaja diciptakan agar perusahaan multinasional bisa ‘masuk’ ke negara yang punya banyak aturan. Metode ini dipakai di Rusia, Polandia dan termasuk Asia Tenggara (krisis 1998, ingat?). Rusia dan Polandia sengaja dibiarin sengsara oleh negara Barat. Ketika mereka udah dalam keadaan pasrah, shock, sengsara...pokoknya ancurlah.. barulah mereka masuk (kadang via IMF) untuk menawarkan ‘bantuan’. Karena kondisinya yang udah demikian parah, negara-negara itu mau gak mau harus menerima bantuan beserta ‘resep’ dan syarat-syaratnya, yaitu... ya aplikasi free-market itu tadi. Kondisi yang sama, juga dialami negara kita yang kemudian akhirnya memicu turunnya Soeharto dan aksi reformasi yang terkenal itu lah....

Kita juga terus diperkenalkan sama Disaster Capitalism Complex. Ini adalah bagaimana memanfaatkan bencana alam untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Badai Katrina, tsunami di Sri Lanka, sampai 9/11 adalah contoh-contoh yang diceritakan Naomi Klein. Sejak lama memang si Friedman ini mau menerapkan teorinya di negara asalnya sendiri, Amerika, tapi gagal maning gagal maning. Rentetan bencana dan aksi terorisme ini kemudian memudahkan langkahnya, termasuk tentunya karena ada presiden Bush yang didampingi pejabat oportunis macam Rumsfeld dan Cheney. Dari mana ambil untungnya? Ya pemerintah AS dibawah Bush emang senang banget melakukan yang disebut outsourcing. Banyak tugas pemerintah yang diserahkan ke kontraktor-kontraktor. Termasuk ketika mereka melakukan rekonstruksi, semuanya di-outsource ke kontraktor yang tentunya mengeruk keuntungan besar dari proyek-proyek itu. Hal yang sama berlaku juga di angkatan bersenjata, dimana banyak tugas tentara dialihkan ke kontraktor. Hebatnya, banyak kebijakan diambil in the midst of disasters, saat orang-orang lagi pada shock, jadi ya ga ada yang peduli juga karena boro-boro mikir yang begituan, mau cari tempat tidur aja susah?! Gitu lah intinya...

Salah satu yang paling seru adalah bab yang membahas soal Irak. Kentara sekali bahwa Bush (yang dicekokin sama Rumsfeld dan Cheney) emang ga ngerti apa-apa soal Irak. Perang Irak adalah contoh paling sempurna dari teori Shock Therapy. Teorinya sih, setelah digempur habis-habisan hingga rakyat Irak takjub, takut dan panik, pasukan Amrik akan masuk untuk membabat semua ‘akar’ budaya orang Irak. Museum dirusak, perpustakaan dibakar, dan lain-lain. Pemutusan hubungan dengan ‘akar budaya’ ini penting, karena membuat orang jadi kehilangan identitasnya (seperti yang diterapkan Pinochet dan Soeharto, dimana banyak aktivis seni yang dibantai atau hilang tanpa jejak, at least, menurut buku ini lho). Saat itulah kemudian kapitalis masuk, dengan membawa berbagai produk khas Amrik, such as McDonalds, Coke, etc. Parahnya lagi, semua pegawai negeri di Irak juga dipecat, juga pegawai BUMN-nya, dan kemudian di-outsource ke perusahaan Amerika, seperti Halliburton atau Lockheed. Bahkan, tenaga tentara juga di-outsource ke perusahaan Amerika. Orang Irak yang berharap keadaan akan jadi lebih baik setelah Saddam disingkirkan, Cuma bisa bengong ketika pabrik tempat mereka kerja ’diambil’ orang asing yang entah dari mana asalnya. Mereka Cuma harus jadi pembeli nan konsumtif dari gelombang produk baru yang masuk ke Irak. Akibatnya, banyak pengangguran dan tentunya ikut memicu aksi terorisme karena banyak orang yang ga suka dengan kebijakan ini (to see how messed up Iraq is, go watch the movie ‘Hurt Locker’.. keren). Intinya, pemerintah Amrik sama sekali ga memikirkan faktor pendekatan kultural dalam mengatasi masalah Irak, dan akibatnya, masalah disana ga kelar kelar.. ini kata Naomi Klein lho!

Di bab-bab akhir, buku ini banyak membahas soal siapa aja yang mengambil keuntungan dari segala musibah, bencana alam, perang dan kekacauan politik. Terbentuklah apa yang disebut gate community, yaitu segelintir orang yang sama sekali tidak terpengaruh pasar, saking tajirnya. Ada juga kritik terhadap kebijakan IMF, Bank Dunia, korporasi Amerika dan sebagainya lah....

Overall, buku ini sangat menarik buat saya. Keren pisan lah. Apalagi kalo anda suka teori konspirasi dan pemerhati ekonomi makro. Dari sejumlah review, banyak juga sih kritikus yang bilang kalo buku Klein ini Cuma ngepas-pasin kondisi yang ada supaya sesuai dengan teori dan agendanya dia yang emang pengen nyerang ajaran Friedman. Tapi saya sih ga peduli, yang penting bukunya bagus dan seru.

Terus, kenapa buku ini jadi serem? Karena apa yang diceritakan sangat familiar buat saya.... mudah-mudahan juga, jangan sampe terjadi di negara kita ini (if it’s not already...)

 Note : review ini sebenarnya sudah dibuat sejak 2010...direpost, daripada hilang.. :)