Rabu, 16 Maret 2011

How the Media Promote Violence?

Sudah bosen kayaknya kita semua menyalahkan media massa, terutama TV sebagai biang keladi makin banyaknya agresivitas dan tingkat kekerasan masyarakat... pelaku TV sendiri boleh saja berkelit dari tuduhan itu lantaran menurut mereka apa yang ditonton anak-anak kita seharusnya menjadi tanggung jawab orang tuanya...

Kalo merujuk pada bukunya Dennis McQuail tentang komunikasi massa (maap nih ya, agak akademis sedikit..mau sombong karena sedang kuliah ceritanya....),  media, khususnya TV, punya kekuatan besar dalam meningkatkan agresivitas karena tayangan kekerasan yang berulang-ulang diliat pemirsanya. Akibatnya, pemirsa lama-lama menjadi makin toleran terhadap kekerasan...kekerasan ngga lagi dianggap sebagai sesuatu yang aneh atau mengerikan, tapi bahkan sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Mungkin dulu kita akan langsung bergidik kalo denger ada orang yang dibunuh di kota kita... sekarang? Kalo yang mati belum 10 orang ya itu mah biasa aja laaaah.... dulu liat orang berdarah dikit aja kita udah mau pingsan, sekarang? Kalo kakinya belom putus sih ga usah diomongin deeeh....

Ngerinya lagi, dari sebuah studi di Amerika sekitar taun 2000an, acara yang paling banyak mengandung unsur kekerasan justru ya acara anak-anak! Sadar atau tidak, anak-anak kita memang sudah dicekoki oleh tayangan kekerasan sejak kecil..jangan dulu lah menunjuk adegan tangan putus karena kekonyolan dalam menangani paket bom yang diulang-ulang terus oleh TV satu itu, kita liat aja dulu film-film kartun –di Indonesia, film kartun identik sebagai tontonan anak-anak, padahal banyak film kartun yang justru sangat tidak boleh diliat anak kecil- juga sudah penuh dengan kekerasan, liat saja Tom & Jerry, tayangan Looney Tunes (bugs bunny dan teman-teman) semua sudah dipenuhi kekerasan.

Yang lebih repot lagi...banyak acara TV justru memang punya efek ‘mempromosikan’ kekerasan. Dalam banyak tayangan, kekerasan memang akhirnya menjadi jalan terbaik dalam memecahkan masalah...saya ngga Cuma bicara soal tayangan demonstrasi atau kerusuhan di TV-TV kita yang emang tidak punya etika itu, tapi ya justru di tayangan yang jadi favorit anak-anak kita. Banyak acara anak yang seolah mengajarkan anak-anak bahwa kekerasan itu adalah sesuatu yang sangat ‘rewarding’...banyak imbalan dan benefit yang didapat kalo kita menggunakan kekerasan sebagai solusi.

Masih ingat film jepang Voltus V? Itu film robot favorit saya... inti ceritanya mengenai persaudaraan dan persahabatan memang sangat bagus, tapi tetap tokh kita lebih bersemangat saat si Voltus menghajar musuh-musuhnya sampe buntung. Contoh lain lagi..Superman? Batman? Ben 10? Semuanya kita (dan anak-anak kita) anggap keren karena kemampuan mereka bikin musuhnya babak belur...termasuk juga Powerpuff Girl yang imut-imut itu...hobinya juga teteup berantem kan?

Pusingnya lagi...semua superhero itu selalu mendapat aplaus, pujian atau ‘reward’ lainnya berkat cara mereka yang mengandalkan kekerasan itu. ‘Dosa’ TV dan film lainnya, adalah bagaimana mereka sering memperlihatkan para ‘villain’ atau penjahat yang bisa hidup nikmat berkat kelihaian mengibuli penegak hukum. Coba liat itu musuh-musuhnya James Bond? Pasti semua kaya, hidup enak, berkuasa, dan punya gundik nan semblehoy... atau penjahat-penjahat di serial-serial polisi? Sering digambarkan bisa hidup enak kan?

Para ahli sih belum bisa membuktikan sepenuhnya kalau meningkatnya kekerasan itu murni ditimbulkan oleh media, terlalu banyak faktor yang juga bisa mempengaruhi...tapiiiii...bahwa media itu punya kemampuan menimbulkan reaksi kolektif terhadap suatu isyu itu tampaknya udah jelas. Liat waktu media mem-blow up soal brengseknya Malaysia? Kita semua mendadak jadi misuh-misuh tiap mendengar nama negara yang warganya masih suka potong rambut model Gondes (gondrong desa –red) itu.... contoh paling ekstrim adalah kasusnya Rodney King di LA awal taun 90an. Ketika itu, ada stasiun TV yang memperlihatkan adegan si Rodney (yang adalah seorang African-American alias negro) lagi digebukin rame-rame oleh polisi bule. Tayangan itu menimbulkan kemarahan warga kulit hitam di sono hingga terjadilah apa yang di sebut LA Riot, salah satu kerusuhan terbesar dalam sejarah Amerika...

Saya ngga tau apa hal seperti ini pernah terjadi di Indonesia, tapi memang buktinya banyak tayangan TV yang bisa menimbulkan kengerian massal...gambar mayat bergelimpangan, darah, kepala pecah..sampai adegan warga menghajar copet habis-habisan sampai tergolek kayak ayam potong pun dengan entengnya nongol di TV...  

Jadi..jangan heran kalo semakin kesini masyarakat itu semakin sangar dan beringas.... ditambah lagi kalo melihat bagaimana para perusuh dan perusak di TV tampaknya tidak pernah harus menanggung konsekuensi apapun atas kebrutalannya..they all can easily get away with it kan? Ditambah dengan penegak hukum yang tidak reliable, makin yakinlah masyarakat bahwa the best way to solve your problems, is through violence.... hajar aja dikit, pasti kemauan kita bakal dipenuhi... ya ngga?


Saya sebenernya bingung, apa tujuan saya bikin tulisan ini...tapi harapannya sih, buat saya pribadi jadi semacam peringatan untuk lebih jeli memperhatikan atau membimbing anak-anak waktu mereka nonton...  dan buat media massa, terutama TV, di Indonesia sudah waktunya melihat jauh ke hati nurani masing-masing..terutama mas-mas yang di lapangan deh...yang pegang kamera dan mikrofon.... how could you do this to your own people? Your own kids? Tega gitu suatu saat liat anak kita ketawa-ketawa liat tangan klepek-klepek penuh darah karena kena bom saking sudah terbiasanya liat adegan begitu?